I. LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan
untuk memisahkan antara kekuasaan masa Soekarno (Orde Lama) dengan masa Soeharto.
Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI tahun
1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
- Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
- Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
- Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
- Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Latar belakang lahirnya Orde Baru :
- Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
- Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
- Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
- Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
- Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
- Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi
- Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
- Pembersihan Kabinet Dwikora
- Penurunan Harga-harga barang.
7. Upaya reshuffle
kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri
tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan
Presiden Soekarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh
yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil
dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
9. Sidang Paripurna
kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak
juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966
(SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Soeharto guna mengambil langkah yang
dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit
dikendalikan.
Upaya menuju pemerintahan Orde Baru :
- Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
- Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
- Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan.
- Konflik Dualisme inilah yang membawa Soeharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya Soekarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto.
- Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno .
- 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
- Pada Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
II.
KEHIDUPAN POLITIK MASA ORDE BARU
Upaya untuk melaksanakan Orde Baru :
- Melakukan pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
- Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
- Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
- Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-lembaga negara.
Pelaksanaan Orde Baru :
- Awalnya kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan.
- Perkembangannya, kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin.
- Untuk menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untuk menganut sistem pemerintahan berdasarkan Trias Politika (dimana terdapat tiga pemisahan kekuasaan di pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif, Legislatif) tetapi itupun tidak diperhatikan/diabaikan.
Langkah yang diambil pemerintah untuk penataan
kehidupan Politik :
A. PENATAAN POLITIK DALAM NEGERI
1. Pembentukan Kabinet
Pembangunan
Kabinet awal
pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA
dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera
yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan
untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang
disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut.
- Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
- Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
- Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
- Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Soeharto
sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru
dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida,
yang meliputi :
- Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi
- Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
- Pelaksanaan Pemilihan Umum
- Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September
- Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
2. Pembubaran PKI dan
Organisasi masanya
Soeharto sebagai pengemban Supersemar guna menjamin
keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :
- Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
- Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
- Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3. Penyederhanaan dan Pengelompokan
Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan
jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga
dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya
kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program.
Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam)
- Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
- Golongan Karya (Golkar)
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan
pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun
sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
1) Pemilu 1971
- Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
- Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
- Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
- Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
2) Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama
DPR mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai penyederhanaan
jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan PDI)
serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan
232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk PDI.
3) Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982.
Hasilnya perolehan suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal
memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar
berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10
kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4) Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April
1987. Hasil dari Pemilu 1987 adalah:
- PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang.
- Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
- PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
5) Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni
1992 menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar
menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan
PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6) Pemilu 1997
Pemilu ke enam dilaksanakan pada 29 Mei 1997.
Hasilnya:
- Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.
- PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan perolehan kursi 27 kursi.
- PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu
berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas,
dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya
(Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang
selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi
perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Soeharto
menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu,
setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5. Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah
menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial.
Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi
dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara.
Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan
DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan
pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
6. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto
mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan
Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut
selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978
mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa
dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978
diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai
demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan
dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan
tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap
pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah
dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan
pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila
sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi
sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan
sistem sosial masyarakat Indonesia.
7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di
Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
B. PENATAAN POLITIK LUAR NEGERI
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia
diupayakan kembali kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif.
Untuk itu maka MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan
politik luar negeri Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus
berdasarkan kepentingan nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran
rakyat, kebenaran, serta keadilan.
1) Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan
adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR
terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati
bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional
lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak.
Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak
manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun
1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak
tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari
sejumlah negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan
ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun
1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan
pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Filipina, Thailand,
Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat remggang akibat politik
konfrontasi Orde Lama.
2) Normalisasi hubungan dengan
beberapa negara
(1) Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia
telah memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman
(Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan nota
pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang
disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah Singapurapun
menyampikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik.
(2) Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai
dengan diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang
menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:
- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
- Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara..
3) Pendirian ASEAN (Association of
South-East Asian Nations)
Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi
ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Latar belakang didirikan Organisasi
ASEAN adalah adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan
negara-negara secara regional dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia
Tenggara.
Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk membendung perluasan paham komunisme setelah
negara komunis Vietnam menyerang Kamboja.
Hubungan kerjasama yang terjalin adalah dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun negara yang tergabung dalam ASEAN
adalah Indonesia, Thailand, Malysia, Singapura, dan Filipina.
4) Integrasi Timor-Timur
ke Wilayah Indonesia
Timor- Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak
abad ke-16 tapi kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis sebab
jarak yang cukup jauh. Tahun 1975 terjadi kekacauan politik di Timor-Timur
antar partai politik yang tak terselesaikan sementara itu pemerintah Portugis
memilih untuk meninggalkan Timor-Timur. Kekacauan tersebut membuat sebagian
masyarakat Timor-Timur yang diwakili para pemimpin partai politik memilih untuk
menjadi bagian Republik Indonesia yang disambut baik oleh pemerintah Indonesia.
Secara resmi akhirnya Timor-Timur menjadi bagian Indonesia pada bulan Juli 1976
dan dijadikan provinsi ke-27. Tetapi ada juga partai politik yang tidak setuju
menjadi bagian Indonesia ialah partai Fretilin. Hingga akhirnya tahun
1999 masa pemerintahan Presiden Habibie melakukan jajak pendapat untuk
menentukan status Timor-Timur. Berdasarkan jajak pendapat tersebut maka
Timor-Timur secara resmi keluar dari Negara Kesatuan republik Indonesia dan
membentuk negara tersendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorosae
atau Timur Leste.
III. KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE
BARU
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat
ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan
kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program
pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama
pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena
adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi
kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program
pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah
menempuh cara sebagai berikut.
1. Stabilisasi dan
Rehabilitasi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa
Demokrasi Terpimpin,pemerintah menempuh cara :
- Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
- MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
- Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu
pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1) Mendobrak kemacetan ekonomi
dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
- rendahnya penerimaan negara
- tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara
- terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
- terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
- penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
- Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
- Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
- Mengadakan operasi pajak
- Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
- Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
- Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung
laju inflasi.
Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi
sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung
(pada tahun akhir 1967- awal 1968)
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli
1968 berdasarkan Tap MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah
dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya
sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi
nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan
valuta asing dapat diatasi.
Program Rehabilitasi dilakukan dengan berusaha
memulihkan kemampuan berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan
pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi,
perbankan disalah gunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan
kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya
sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.
2. Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat
parah, hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta
negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia.
Pemerintah mengikuti perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang
pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia
bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya
akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di
Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut.
- Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya hingga tahun 1972-1979.
- Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1969 dan 1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
- Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan
tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan
Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi
yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,
- Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
- Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974
yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan,
Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang
pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih
hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas
Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan
PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi
para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di
Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia.
Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31
Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan,
sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas
kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi
rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi
mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%.
Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret
1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan
lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur
Pemerataan, yaitu:
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
- Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
- Pemerataan pembagian pendapatan
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
- Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
- Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret
1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan
dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal
sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret
1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia
memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8
% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret
1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang
berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang
sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter
yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
IV. Dampak Kebijakan
Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orde
Baru :
- Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
- Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
- Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orde
Baru:
- Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
- Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
- Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
- Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Soeharto selalu terpilih.
- Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
- Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
- Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
- Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
- Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
- Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
- Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
- Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
- Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
- Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
- Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
- Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
- Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
- Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
- Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
- Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
V.PERKEMBANGAN
REVOLUSI HIJAU, TEKNOLOGI dan INDUSTRIALISASI
Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru
dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara
tradisional ke cara modern.
Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan
suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa
benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang
mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.
Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant)
menjadi petani-petani gaya baru (farmers), memodernisasikan pertanian
gaya lama guna memenuhi industrialisasi ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai
dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca dan alam
karena peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan
produksi bahan makanan.
Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya masalah kemiskinan yang
disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding
dengan peningkatan produksi pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah
kelahiran dan meningkatkan usaha pencarian dan penelitian binit unggul dalam
bidang Pertanian. Upaya ini terjadi didasarkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Thomas Robert Malthus.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau ditempuh dengan cara
:
1. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan
nama Panca Usaha Tani yang meliputi :
- Pemilihan Bibit Unggul
- Pengolahan Tanah yang baik
- Pemupukan
- Irigasi
- Pemberantasan Hama
2. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami
dengan pembukaan lahan-lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan
yang dapat ditanami, membuka hutan, dsb).
3. Diversifikasi Pertanian
Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan
pertanian melalui sistem tumpang sari. Usaha ini menguntungkan karena dapat
mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber devisa, mencegah penurunan
pendapatan para petani.
4. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya
pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan
dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.
Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan makanan dan sekaligus sebagai
stabilisator lingkungan.
Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau:
- Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.
- Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan teknologi dan komunikasi.
- Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.
- Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan tertentu.
- Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.
- Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi.
- Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan industri pupuk nasional.
- Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa).
Dampak Positif Revolusi Hijau :
- Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian.
- Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik karena revolusi hijau.
- Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.
- Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.
Dampak Negatif Revolusi Hijau :
- Muncullah komersialisasi produksi pertanian
- Muncul sikap individualis dalam hal penguasaan tanah
- Terjadi perubahan struktur sosial di pedesaan dan pola hubungan antarlapisan petani di desa dimana hubungan antar lapisan terpisah dan menjadi satuan sosial yang berlawanan kepentingan.
- Memudarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat yang awalnya menjadi pengikat hubungan antar lapisan.
- Muncul kesenjangan ekonomi karena pengalihan hak milik atas tanah melalui jual beli.
- Harga tanah yang tinggi tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi petani lapisan bawah sehingga petani kaya mempunyai peluang sangat besar untuk menambah luas tanah.
- Muncul kesenjangan sosial karena kepemilikan tanah yanmg berbeda menyebabkan tingkat pendapatanpun akan berbeda.
- Muncul kesenjangan yang terlihat dari perbedaan gaya bangunan maupun gaya berpakaian penduduk yang menjadi lambang identitas suatu lapisan sosial.
- Mulai ada upaya para petani untuk beralih pekerjaan ke jenis yang lain seiring perkembagan teknologi.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
Perkembangan teknologi memberikan pengaruh positif
bagi Indonesia khususnya bagi peningkatan industri pangan:
- Digunakannya pupuk buatan dan zat-zat kimia untuk memberantas hama penyakit sehingga produksi pertanianpun meningkat.
- Proses pengolahan lahanpun menjadi cepat dengan digunakan traktor
- Proses pengolahan hasil menjadi cepat dengan adanya alat penggiling padi
Adapun dampak negatif dari perkembangan teknologi
tersebut adalah
- Timbulnya pencemaran pada air maupun tanah akibat penggunaan pestisida (pupuk kimia) yang berlebih. Sebab jika unsur nitrat maupun fosfat yang terkandung dalam pupuk dalam jumlah banyak masuk ke sungai akan menyebabkan pertumbuhan ganggang biru serta tanaman air lainnya yang menyebabkan pengeringan sungai karena banyaknya tumbuhan air (eutrofikasi).
- Penggunaan pestisida dapat membunuh hama tanaman, serangga pemakan hama, burung, ikan dan hewan lainnya. Bahkan dari unsur-unsur yang terkandung dalam pestisida dapat berubah menjadi senyawa yang membahayakan kehidupan.
- Pelaksanaan monokultur menyebabkan hubungan yang tidak seimbang antara tanah, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sehingga kesimbangan alam akan terganggu yang menyebabkan berjangkitnya hama dan penyakit.
- Adanya sistem peladangan berpindah atau penebangan pohon dalam jumlah besar yang dilakukan oleh pihak pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) guna dibuat pemukiman baru menyebabkan kerusakan lingkungan kususnya pada ekosistem tanah.
- Semakin sempit lahan pertanian karena diubah menjadi wilayah pemukiman dan industri.
- Meningkatnya kegitan penggalian sumber alam, pertambangan liar yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan.
- Pengurangan jumlah tenaga kerja manusia yang terlibat dalam proses produksi karena telah tergantikan oleh mesin-mesin sehingga bersifat padat modal dan hemat tenaga kerja. Berdampak pada munculnya pengangguran.
INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
Revolusi Hijau ini menyebabkan upaya untuk melakukan
modernisasi yang berdampak pada perkembangan industrialisasi yang ditandai
dengan adanya pemikiran ekonomi rasional. Pemikiran tersebut akan mengarah pada
kapitalisme.
Dengan industrialisasi juga merupakan proses budaya
dimana dibagun masyarakat dari suatu pola hidup atau berbudaya agraris
tradisional menuju masyarakat berpola hidup dan berbudaya masyarakat industri.
Perkembangan industri tidak lepas dari proses perjalanan panjang penemuan di
bidang teknologi yang mendorong berbagai perubahan dalam masyarakat.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan industrialisasi
adalah :
- Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi untuk memperlancar arus komunikasi antarwilayah di Nusantara.
- Mengembangkan industri pertanian
- Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang mengalami kemajuan pesat.
- Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di Surabaya yang dikelola olrh PT.PAL Indonesia.
- Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) yang kemudian berubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia.
- Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan, dan Batam.
- Sejak tahun 1985 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di bidang industri dan investasi.
Industrialisasi
di Indonesia ditandai oleh :
- Tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja.
- Banyaknya tenaga kerja terserap ke dalam sektor-sektor industri.
- Terjadinya perubahan pola-pola perilaku yang lama menuju pola-pola perilaku yang baru yang bercirikan masyarakat industri modern diantaranya rasionalisasi.
- Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di berbagai daerah khususnya di kawasan industri.
- Menigkatnya kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan hasil-hasil industri baik pangan, sandang, maupun alat-alat untuk mendukung pertanian dan sebagainya.
Dampak positif industrialisasi adalah tercapainya efisiensi dan
efektifitas kerja.
Dampak negatif dari industrialisasi adalah Munculnya kesenjangan
sosial dan ekonomi yang ditandai oleh kemiskinan serta Munculnya patologi
sosial (penyakit sosial) seperti kenakalan remaja dan
kriminalitas.
Sumber (Pak Gugup Dosen STIE Banten)